Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Tetapi menurut Brenner (1990) sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak. (M. Solehuddin, 1997 : 55).
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru agama, telah tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 Bab X Pasal 15 yang berbunyi :
“Syarat utama menjadi guru selain ijazah dan syarat-syarat lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pengajaran”. (Zuhairini, 1983 :
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Tetapi menurut Brenner (1990) sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak. (M. Solehuddin, 1997 : 55).
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru agama, telah tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 Bab X Pasal 15 yang berbunyi :
“Syarat utama menjadi guru selain ijazah dan syarat-syarat lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pengajaran”. (Zuhairini, 1983 :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar